Tabel Perolehan Kursi
Selama lima kali pemilu yang diselengarakan pemerintah otoriter Orde Baru (1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997), PPP selalu berada dalam keadaan tertidas, kader-kader PPP dengan segala alat kekuasaan Orde Baru dipaksa meninggalkan partai, kalau tidak akan dianiaya. Selama masa Orde Baru banyak kader-kader PPP terutama di daerah yang ditembak, dipukul, dan malah ada yang dibunuh. Saksi-saksi PPP diancam, suara yang diberikan rakyat ke PPP dimanipulasi untuk kemenangan Golkar, mesin politik Orde Baru.
Memasuki era reformasi pada Pemilu 1999 dengan sistem multi partai dan menggunakan sistem pemilu proporsional semi distrik, PPP meraih 11.329.905 suara atau 10,17 persen dengan perolehan kursi 58 kursi atau 12,55 persen dari 462 kursi yang diperebutkan. Pada Pemilu ini, PPP meraih kursi di 24 Provinsi atau 88,88 persen dari 27 provinsi. Provinsi yang tidak menghasilkan kursi bagi PPP adalah Bali, Irian Jaya, dan Timor-timur.
Pada Pemilu 2004 PPP meraih 9.248.764 suara atau 8,14 persen. Dari sisi perolehan kursi PPP tetap meraih 58 kursi atau 10,54 persen dari 550 kursi yang diperebutkan. Di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota PPP memperoleh 180 kursi DPRD Provinsi, dan 1,353 DPRD Kabupaten/Kota. PPP meraih kursi pada 23 Provinsi atau 69,69 persen dari 33 provinsi. Provinsi yang tidak menghasilkan kursi bagi PPP adalah Babel, Kepri, DIY, Bali, NTT, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Irian Jaya Barat, dan Papua.
Dalam Pemilu 1999 dan 2004, PPP kembali menggunakan lambang dan tanda gambar Ka’bah dan berasas Islam. Hal inilah yang menjadi daya tahan PPP dalam memperebutkan pemilih Islam, karena posisinya masih dalam kelompok lima besar partai politik yang mendapatkan kursi di DPR RI, dan untuk partai Islam PPP masih menduduki peringkat pertama.
Namun demikian, penurunan perolehan suara terjadi dari pemilu ke pemilu. Tahun 1999 PPP memperoleh 58 kursi dengan suara 11.329.105 (10,7%); pada pemilu 2004 tetap memperoleh 58 kursi, namun dari segi jumlah suara turun drastis yaitu 9.248.764 (8,1%), dan pada Pemilu 2009 memperoleh 38 kursi (5,3%) atau hilang 20 kursi.
Begitu juga perolehan suara/kursi PPP di daerah-daerah mengalami kemerosotan, setidaknya ada 15 provinsi PPP tidak mendapatkan kursi untuk DPR RI pada Pemilu 2009, yaitu Bengkulu, Jambi, Kepri, Lampung, Babel, DIY, Bali, NTT, Sulteng, Sulut, Sultra, Papua, Papua Barat, bahkan DKI yang pada Pemilu 1977 PPP menang dan Pemilu 1982 “draw” dengan Golkar, pada Pemilu 2009 hanya mendapat 1 kursi. Sebagai ilustrasi, pada Pemilu 2009 Kabupaten dan Kota Cirebon tidak mendapatkan kursi baik di DPR-RI, DPRD Jawa Barat, maupun DPRD Kabupaten dan Kota Cirebon. Hal ini baru terjadi dalam sejarah PPP sejak menjadi peserta pemilu pada tahun 1977. Padahal Cirebon tidak hanya dikenal sebagai kota santri dan kota wali, bahkan Cirebon merupakan segitiga emas potensi PPP di Jawa Barat yang terdiri dari Cirebon, Tasikmalaya dan Banten.