JAKARTA, (PRLM).-, Wakil Ketua MPR RI yang juga Wakil Ketua Umum DPP PPP Lukman Hakim Saifuddin mengusulkan perlunya saksi dalam penghitungan suara sejak mulai dari TPS sampai penghitungan nasional di KPU Pusat. Karena pentingnya suara dalam pemilu tersebut, di mana selama ini hanya saksi berasal dari parpol temasuk jika dalam penyelesaian sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), maka saksi itu sangat diperlukan untuk mengawal perolehan suara partai dan caleg.
“Dalam pemilu yang harus dikawal itu adalah sebelum dan sesudah pemilu. Suara itu sebagai jantung pemilu dan manifestasi kedaulatan rakyat, maka penghitungan suara itu harus dikawal. Kalau bisa Bawaslu juga menjadi saksi penghitungan suara sejak di TPS sampai KPU Pusat,” tegas Lukman.
Dalam kaitan itu Lukman mengaku kaget dengan kasus e-KTP yang bisa berdampak pada penghitungan jumlah suara, sementara e-KTP itu sendiri belum selesai. “Saya khawatir, masyarakat yang belum mempunyai e-KTP tak bisa menggunakan hak suaranya di pemilu nanti. Belum lagi terkait daftar pemilih tetap (DPT) di mana banyak orang yang sudah meninggal masih tercantum dalam DPT, maka semua ini harus dituntaskan,” tambahnya.
Selain itu soal pengaturan kampanye di ruang publik dan media, yang selama ini justru dimanfaatkan secara besar-besaran oleh pemilik media, yang kebetulan juga pemilik partai. “KPU harus mengatur dengan tegas dan adil, agar tak menyimpang dari pemilu yang langsung, umum, bebas, dan rahasia (Luber), jujur dan adil (Jurdil). Di mana semua parpol harus mempunyai peluang dan kesempatan sama, sehingga kampanye itu tak dimonopoli pemilik modal,” ujarnya.
Juga mengenai dana kampanye, yang cenderung liberal tanpa ada batasan. “Kalau itu dibiarkan, orang-orang baik, aktivis dan kader partai yang tak punya dana, maka tak mempunyai kesempatan menyosialisasikan diri ke masyarakat. Jadi, orang-orang itu kalah dengan pengusaha dan artis. Untuk itu, jangan sampai terjebak liberalisasi dana kampanye,” ungkap Lukman lagi.
Nelson mengakui jika partisipasi masyarakat dalam pemilu terus menurun. Di pemilu 1999 sebesar 95 %, pemilu 2004 sebesar 90 %, dan pemilu 2009 sekitar 70 %, sedangkan tahun berikutnya melalui Pilkada seperti di Sumatera Utara hanya 55 %. Oleh sebab itu, dia mendukung semua pihak mendorong pemilu makin berkualitas dengan menjadikan Bawaslu sebagai saksi penghitungan suara dari TPS sampai KPU Pusat. “Tapi, diperlukan dana, dan Bawaslu sudah menghitung kebutuhan tersebut, dan tinggal disetujui atau tidak oleh DPR RI,” katanya. (A-109/A-26)***
Selasa, 14/05/2013 - 07:55