Karakter dan Integritas

Tak berlebihan jika Lukman dengan kompetensi dan komitmen yang dimiliki saat ini merupakan sosok kosmopolit di tubuh partai Ka’bah. Memiliki pengetahuan yang luas khususnya di bidang politik dan hukum tata negara, punya integritas, modern dan mudah beradaptasi dengan berbagai lingkungan dan perkembangan.

Nama Lukman Hakim Saifuddin juga sempat disebut-sebut sebagai tokoh PPP yang layak menduduki jabatan menteri dalam kabinet 2009-2014. Namun ia lebih memilih berkiprah sebagai Wakil Ketua MPR. Ia disebut-sebut sebagai kalangan muda NU yang mewakili zamannya, cerdas, moderen, memiliki pemikiran yang terbuka, tapi juga berintegritas.

Setidaknya ada empat poin menonjol dari karakter Lukman. Pertama, dari setiap pernyataan di berbagai forum dan media, bisa disimpulkan bahwa ia dianggap sebagai sosok yang mampu berpikir secara sistematis, metodologis, dan komprehensif, sehingga solusi yang ditawarkannya terkait dengan berbagai persoalan kebangsaan dan kenegaraan kerap tepat sasaran.

Kedua, Lukman mempunyai kepribadian yang tenang, berbicara tak meledak-ledak, pernyataannya terukur, solutif, dan santun. Bagi sebagian kalangan media massa yang senang dengan berita dan narasumber yang sensasional, dia merupakan figur yang kurang diminati karena dinilai kelewat halus dan normatif.

Ketiga, prakarsa Lukman saat ia menjadi Ketua Fraksi PPP DPR-RI (2007) agar seluruh pejabat publik dari PPP di lembaga legislatif dan eksekutif menandatangani Pakta Integritas dan menyatakan Ikrar Antikorupsi secara serentak bersama-sama yang disaksikan KPK, menandakan bahwa dia merupakan sosok yang bersih dan menjunjung tinggi kejujuran.

Keempat, secara biologis dan ideologis Lukman adalah anak NU. Namun ia mempunyai visi kemoderenan sehingga mudah diterima oleh berbagai kalangan. Bagi warga NU, Lukman adalah harapan sekaligus inspirasi untuk kemajuan bangsa Indonesia.

Meski telah menjadi salah satu pimpinan MPR, namun tak menjadikannya terkungkung dalam ritual seremonial yang sunyi dari hiruk pikuk politik. Justru di lembaga yang semula superkuat itu ia merasa mendapat tantangan baru yang tak kalah menarik. MPR hasil modernisasi konstitusi bukan semata berfungsi seremonial, tetapi juga mengemban amanah penting, yaitu membumikan konstitusi hasil reformasi yang bercirikan prinsip demokrasi, saling mengimbangi dan saling kontrol antar lembaga negara, dan peduli Hak Asasi Manusia (HAM) dalam tatanan kehidupan bangsa. Tak jarang, mantan penggiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang kini menjabat Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP) periode 2011-2015 ini terdengar cukup nyaring menyuarakan suara-suara kritis terkait berbagai persoalan bangsa yang muncul dalam masyarakat.

Seperti saat rencana pembangunan gedung baru DPR beberapa waktu lalu, Lukman tercatat satu-satunya pimpinan MPR yang menolak keras rencana pembangunan itu. Ia memiliki prinsip, “Apa yang benar menurut suara hati dan nalar, itulah yang saya ikuti untuk diperjuangkan,” katanya suatu ketika kepada media massa.

Pragmatisme dan gaya hidup hedonis para politisi, sebagaimana ramai diberitakan, adalah contoh lain yang tak luput dari sasaran kritiknya. Lukman tegas menyesalkan sikap para politisi yang memuja kekayaan itu sebagai tidak punya kepekaan sosial terhadap kondisi lingkungan. Gaya hidup hedonis itu juga ia nilai sebagai sikap yang tidak sensitif terhadap kondisi sosial mayoritas masyarakat kita yang sedang hadapi kesulitan hidup.

“Bagaimana bisa mereka katakan bahwa gaya hidup pejabat publik itu adalah persoalan pribadi yang tak usah dipersoalkan? Bukankah publik berhak mengawasi setiap tindak-tanduk pejabat publik?”, begitu komentarnya menyanggah sejumlah pejabat publik yang keberatan diusik gaya hidupnya. Bahkan Lukman dengan lugas menyatakan terpukul dengan kritikan terkait gaya hidup hedonis di kalangan elit kita. “Saya merasa tertampar dengan kritikan itu, saya wajib mawasdiri, saya belum mampu hidup sederhana sebagaimana yang diharapkan”, ujarnya.