Prof Mohammad Fajrul Falaakh SH, guru besar Fakultas Hukum UGM yang masih cukup muda usia itu berpulang di Jakarta, Rabu (12/2) sekitar pukul 12.30. Ia menghembuskan napas terakhir saat dilarikan ke RS Harapan Kita dari rumahnya di Kramatjati, Jakarta Timur.
Tak banyak yang menduga, Fajrul Falaakh akan pergi secepat kemarin. Adik perempuan almarhum, Safira Machrusah di kediaman almarhum di Jalan Dato Tonggara, Kramatjati, Jakarta Timur, mengatakan sebelumnya tak seorang pun tahu mantan salah satu Ketua PBNU memeriksa kesehatannya di Singapura pekan lalu.
"Almarhum katanya merasa sesak dada, lalu periksa ke Singapura. Ternyata diberitahu kalau ada penyakit jantung. Sebelumnya tidak ada yang tahu," ujarnya. Dari pemeriksaan dokter di Singapura diketahui tiga dari empat katup di jantung Fajrul sudah bermasalah.
Namun setelah menjalani perawatan Farjrul diperbolehkan pulang hari Senin (10/2). "Pihak rumah sakit tidak bilang kalau almarhum sudah tidak bisa diselamatkan. Cuma bilang hati-hati saja," terangnya.
Setelahnya kondisi Fajrul pun membaik. Bahkan hingga pagi ini di kediamannya ia masih bisa naik tangga dan berinteraksi seperti orang normal. Menjelang siang, tiba-tiba Farul tak sadarkan diri.
"Oleh sopir pribadi, oleh ustadznya, dan pembantunya, almarhum diantar ke rumah sakit. Di perjalanan sempat muntah, sempat mengucap syahadat, lalu meninggal," katanya. Saat Fajrul meninggal, istrinya Ratih Hardjono, tengah berada di Singapura.
Di mata kolega-koleganya, Fajrul dinilai sosok yang berani beda. Wakil Ketua MPR RI, Lukman Hakim Saifuddin, mengatakan bangsa Indonesia kehilangan putra terbaik NU yang menguasai hukum tata negara secara baik.
"Almarhum mewarisi ilmu dari ayahandanya, Prof Dr KH Tholhah Mansoer, pakar hukum tata negara era 1970-an," kata Lukman.
"Cerdas, tapi santun dan rendah hati," katanya. Menurut Lukman, kepeduliannya yang menonjol adalah pada penguatan masyarakat sipil.
"Saya pribadi amat kehilangan karena ia banyak memberikan kontribusi pemikiran dan menjadi teman berdiskusi dan berdebat yang mencerahkan saat proses perubahan UUD 1945 berlangsung pada 1999-2002. Sumbangan pemikirannya cukup berarti dalam proses reformasi konstitusi kita. Semoga ia husnul khatimah, dan kita bisa lanjutkan merealisasikan harapannya," kata Lukman.
Berani beda
Asosiasi Sarjana Hukum Tata Negara (ASHTN Indonesia) menyebut Fajrul Falaakh sebagai sosok pakar hukum tata negara yang pemikirannya out of the box. Berani berbeda dengan pendapat arus utama (mainstream).
"Pemikiran beliau 'liar', tidak mudah ditebak dan di luar arus mainstream," ujar Presidium ASHTN Indonesia, Afifi Sunardi. Ia mencontohkan sikap dan pendapat Fajrul saat merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait masa jabatan pimpinan KPK pengganti.
Selain memiliki pemikiran yang di luar arus utama, Afifi yang pernah menjadi mahasiswa Fajrul Falaakh ini menyebutkan hal lain yang menonjol dari figur Fajrul merupakan sosok yang sederhana dan flamboyan.
"Ke kampus sering naik sepeda motor," imbuh alumnus pascasarajna FH UI ini. Lebih dari itu, kendati Fajrul hingga meninggal belum mendapat gelar doktor, namun pemikiran dan kiprahnya tak ubahnya sebagai guru besar hukum tata negara.
"Maka tidak jarang, publik salah sangka, bila almarhum sudah profesor, padahal sedang menempuh program doktoral. Ini bukti kiprah dan kapasitas beliau diakui oleh khalayak luas," cetus Afifi.
Rektor UGM, Prof Dr Pratikno mengatakan, UGM kehilangan salah seorang putra terbaiknya. Almarhum secara akademik dikenal sangat mumpuni. Falaakh, ujar Pratikno, adalah aktivis era reformasi yang konsisten memperbaiki dan menegakkan hukum dan keamanan di Indonesia.
Di lingkungan internal Kampus Biru almarhum juga dikenal sangat dekat dan tak canggung membina dosen-dosen muda, terutama di bidang hukum tata negara. "UGM dan Indonesia benar-benar kehilangan," ujar Pratikno.(Tribunnews/nbi/kps/mdc)
Tribun Jogja, Kamis, 13 Februari 2014 11:58 WIB
Editor: evn