RMOL. Musim haji tahun ini adalah kali kedua bagi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjadi Amirul Hajj alias pemimpin rombongan haji. Namun, dibanding dengan pengalamannya tahun lalu, kali ini Lukman lebih sibuk dan lebih repot.

‎Musibah jatuhnya crane di Masjidil Haram dan tragedi Mina membuat Lukman harus bekerja ekstra. Sampai-sampai Lukman harus memunda kepulangannya ke Tanah Air selama lima hari untuk mengurus korban tragedi Mina.

‎"Semua dijadwalkan saya kembali bersama rombongan Amirul Hajj pada tanggal 28 September. Tapi, dengan adanya dua peristiwa yang menyita perhatian dan pikiran kita bersama, saya menunda kepulangan. Saya baru pulang kemarin (Sabtu, 3/10)," tutur Lukman.

‎Bagaimana sibuk dan ropotnya Lukman mengurus pelaksanaan haji tahun ini? Berikut penuturan Menteri asal PPP itu kepada Rakyat Merdeka, Minggu (4/10) malam;‎

A‎pa perbedaan mengurus pelaksaan haji tahun lalu dengan tahun ini?

‎Tahun lalu adalah kali pertama saja menjadi Amirul Hajj. Waktu itu saya belum punya pengalaman. Sedangkan tahun ini saya sudah punya pengalaman. Untuk pelaksanaan secara umum relatif sama. Tapi, karena ada dua peristiwa yang sangat menyita perhatian dan pikiran kita bersama, pelaksanaan menjadi beda. Hari yang saya gunakan di sana juga menjadi lebih lama.

‎S‎eperti apa kerepotan yang Anda rasakan?

‎Akibat peristiwa itu, banyak sekali rapat dadakan dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dengan pihak pemerintah Arab Saudi, pihak rumah sakit, dan lain-lain.

Saya bersyukur sejak awal saya menginap di Wisma Haji di Daker (Daerah Kerja) di Mekah. Hal ini sangat membantu saya, sehingga bisa kapan saja melakukan rapat dengan PPIH (Panitia Pelaksana Ibadah Haji).

Saya tinggal di lantai 2 sedangkan tempat rapat di lantai 1.‎ Hal ini sangat memudahkan. Begitu ada hal mendadak, kami bisa langsung menggelar rapat, tanpa memerlukan kendaraan dan tanpa berpidah lokasi.‎

Memangnya banyak rapat yang harus dilakukan?‎

Jumlahnya tak terhitung. Tiap bidang harus ada koordinasi. Apalagi dengan adanya dua peristiwa besar itu.

‎Tapi, sebenarnya bukan mengenai tragedi Mina dan jatuhnya crane saja. Aktivitas lain juga harus kita perhatikan. Misalnya, di awal minggu lalu, kita juga harus memikirkan kloter 1 yang mulai bertolak dari Mekah ke Jeddah untuk kembali ke Tanah Air. Kemudian ada kloter lain yang harus siap-siap bertolak dari Mekah ke Madinah. Semua ini kan harus disediakan hotelnya, kendaraannya, dan juga keteringnya.‎

Khusus untuk tragedi Mina dan jatuhnya crane bagaimana?‎

Sejak kejadian, saya langsung mengintruksikan kepada semua petugas haji agar publik bisa mendapatkan informasi setiap saat. Makanya, minimal setiap 12 jam sekali harus ada konferensi pers mengenai informasi terkini. Dengan begitu, masyarakat bisa mengikuti segala perkembangan yang terjadi dalam penyelenggaran haji.

‎Anda selalu melapor ke Presiden?

‎Tentunya. Sebelum konferensi pers, sebagai menteri saya menyampaikan laporan kepada Presiden melalui staf. Minimal dua kali sehari saya lapor. Terkadang, secara khusus Presiden yang proaktif menelpon langsung ke saya untuk menanyai perkembangan. Seingat saya, Presiden nelpon langsung sebanyak empat kali.‎

Dengan tragedi Mina dan jatuhnya crane, apa jam kerja Anda jadi tambah panjang?

‎Sejak awal saya sudah meminta semua PPIH harus bisa bekerja tanpa terpaku jam kerja. Dalam kondisi normal pun harus bisa begitu. Sebab, mengurusi haji itu tidak terpaku jam kerja. Setiap saat kalau dibutuhkan kita harus siap. Jam 12 malam kalau perlu rapat, kami rapat. Juga termasuk melakukan indentifikasi korban, melacak jamaah yang belum kembali, dan mengecek ke setiap rumah sakit. Apalagi, di Tanah Suci ini budayanya berbeda. Tradisi masyarakat di sana bekerja pada malah hari.

‎Tapi saya sangat bersyukur, semua PPIH bekerja dengan komitmen tinggi. Tidak hanya sepenuh hati, tapi juga dengan cinta. Sehingga tidak pernah ada keluhan dan merasa terbebani. Saya amat terbantu dengan kinerja mereka.‎[***]

Senin, 05 Oktober 2015 , 01:56:00 WIB | Laporan: Ujang Sunda