TEMPO.CO, Jakarta: Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melarang pihak yang mendirikan maupun menolak pendirian rumah ibadah di Singkil, Nanggroe Aceh Darussalam, bertindak anarkistis dan main hakim sendiri. Aspirasi setiap pihak harus disampaikan dan diperjuangkan dalam koridor hukum dan perdamaian.
“Saya berharap kita semua tetap dewasa, taat hukum, dan arif dalam menyikapi perbedaan pandangan terhadap keberadaan rumah ibadah,” kata Lukman dalam rilis yang diterima Tempo pada Sabtu, 17 Oktober 2015.
Lukman mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara dan bangsa yang majemuk, bhinneka tunggal ika, dan berdasarkan hukum. Untuk itu, setiap pendirian rumah ibadah haruslah berdasar ketentuan hukum. Setiap penolakan atas rencana atau proses pendirian rumah ibadah juga harus berdasar hukum.
Cara main hakim sendiri, menurut Lukman, tidak hanya melawan hukum juga mengingkari jati diri keindonesiaan yang sesungguhnya. Ia mengimbau masyarakat agar saling menghormati dan hidup rukun penuh damai dalam keberagaman beragama.
Ia lalu mencontohkan Nabi Muhammad yang membuat perjanjian dengan umat Kristiani di Najran untuk tidak saling merusak rumah ibadah. Contoh lain, khalifah Abu Bakar berwasiat kepada panglima perang Usamah bin Zaid agar tidak merusak gereja di kota Syam. Begitu pula khalifah Umar bin Khattab, yang kata Lukman, tidak merusak rumah ibadah ketika membebaskan Yerussalem dari imperium Romawi.
Menteri Lukman berharap pemerintah daerah, penegak hukum, pemuka agama, dan tokoh masyarakat setempat dapat mengayomi masyarakat agar rumah ibadah dapat meningkatkan kualitas kehidupan beragama. “Perlu direnungkan bahwa konflik tidak menguntungkan siapa pun. Lebih baik kita gunakan energi kita untuk membangun dan mencapai kemajuan bersama,” ujar Lukman.
DANANG FIRMANTO | Minggu, 18 Oktober 2015 | 05:29 WIB