RMOL. Dalam waktu dekat ini para calon pengantin diwajibkan mengantongi sertifikat kursus pranikah terlebih dulu sebelum menghadap penghulu. Kebijakan itu dikeluarkan menteri asal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini dalam rangka meminimalisir angka perceraian pasangan muda dan tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang belakangan makin meningkat. Menteri Lukman Hakim memandang para calon pengantin wajib mengikuti kursus pranikah. Berikut ini penjelasan Menteri Lukman kepada Rakyat Merdeka.
Sebenarnya apa yang melatari kebijakan yang mewajibkan setiap calon pengantin mengantongi sertifikat nikah?
Sebenarnya konsep (kursus pranikah) itu dilatarbelakangi oleh kenyataan belakangan ini angka perceraian dan tindak KDRT itu semakin melonjak tinggi pada pasangan muda kita.
Lalu kemudian berdasarkan hasil penelitian Litbang kita mengindikasikan bahwa sesungguhnya banyak di antara generasi kita yang belum cukup siap ketika mereka memasuki lembaga pernikahan. Padahal kita tahu pernikahan itu tidak hanya sakral, tapi juga sangat penting dalam rangka menyiapkan generasi yang lebih baik di masa yang akan datang.
Oleh karenanya kita sampai pada kesimpulan perlunya setiap pasangan muda kita untuk memiliki kesiapan ketika pada saatnya mereka memasuki jenjang pernikahan. Apalagi di era globalisasi, dan era informasi ini tentu punya dampak positif dan negatif. Sehingga keluarga sebagai salah satu unit terkecil harus punya ketahanan dalam perubahan (zaman) yang luar biasa ini.
Memangnya ada jaminan setelah ada kursus pranikah angka perceraian menurun?
Memang tidak ada jaminan(calon pengantin) yang mengikuti kursus pasti tidak akan bermasalah dalam keluarganya. Tapi ini kan langkah preventif (pencegahan). Anda bisa bayangkan ikut kursus saja tidak ada jaminan, apalagi yang tidak ikut kursus, lebih tidak ada jaminan lagi.
Tapi dari banyak studi salah satu pemicu utama perceraian adalah faktor ekonomi. Lalu apa relevansinya dengan kursus ini?
Memang betul, problem rumah tangga itu kompleks, tidak hanya ekonomi. Misalnya, ada seorang ayah yang membunuh bayinya, seorang istri yang menyiksa anaknya, atau suami yang melakukan kekerasan pada istrinya, tapi setidaknya dengan mengikuti kursus ini, kita ingin membuka wawasan-wawasan remaja kita betapa pernikahan itu memiliki makna dan merupakan peristiwa sakral yang wajib kita jaga.
Bagaimana format kursus pranikah itu nantinya?
Kursus ini harus didesain secara komprehensif. Jadi materinya itu tidak hanya terkait dengan persoalan makna rumah tangga, hak dan kewajiban seorang suami atau istri, fungsi keluarga, tanggung jawab dan lain sebagainya, tapi secara filosofis dijelaskan apa sebenarnya tujuan dari keluarga ini. Sehingga kemudian semua cukup siap (untuk menikah), tidak hanya kesiapan fisik saja, tapi siap secara mental, emosional, wawasan dan pengetahuan.
Bayar apa gratis kursus itu?
Ini yang juga sedang kita pertimbangkan dan dalami. Masing-masing punya sisi plus minusnya. Kalau gratis, terus siapa yang menanggung ini semua, kalau membayar berapa besarnya, dan seterusnya. Ini kan implikasinya luas.
Ide ini muncul sebenarnya dari siapa?
Ya ide ini muncul sebenarnya sudah lama. Ini kan isu yang sudah lama, ketika saya menjadi menteri saya melihat persoalan, saya memang punya keinginan untuk membangun lembaga perkawinan. Jadi saya mulai dari pembenahan KUA sebenarnya.
Apa saja pembenahan yang sudah dilakukan?
Ketika itu kan saya sudah menggratiskan KUA kalau itu dilakukan di kantor dan di jam kerja. Saya juga melakukan reformasi misalnya penghulu-penghulu tidak boleh lagi meminta pungutan-pungutan di luar ketentuan yang berlaku. Hal-hal seperti itu saya mulai pembenahan yang punya kaitannya dengan itu. Nah sekarang, terkait kursus pranikah ini.
Apa wacana ini sudah disampaikan ke rapat kabinet atau presiden?
Belum, belum. Karena memang, ini kan masih kita persiapkan. Konsepnya masih belum matang di internal Kementerian Agama. Tentu nanti kita akan sosialisasikan rancangan ini secara resmi ketika sudah final di internal kita.
Sudah sejauh mana pematangan konsep kursus pranikah ini?
Jadi memang ini sedang dipersiapkan secara intensif di Kementerian Agama. Konsepnya sedang kita matangkan. Kita juga ingin mendapatkan masukan dari berbagai kalangan. Kita juga mengundang para sosiolog, ormas keagamaan untuk bisa memberikan konstribusi pemikirannya.
Siapa yang akan ditunjuk sebagai penyelenggara kursus ini?
Kursus ini jangan disalah mengerti, ini tidak didominasi oleh pemerintah, siapa pun bisa. Seperti lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan bisa melakukan kursus ini selama mengikuti kurikulum, silabus, dan metodologi yang telah disepakati bersama.
Apa harapan anda?
Harapan kita kursus ini diwajibkan setiap pemuda kita. Apakah mereka mau menikah atau akan menikah, sehingga ketika mereka akan menikah bisa menunjukkan sertifikat sebagai tanda bukti sudah mengikuti kursus ini. ***
JUM'AT, 13 NOVEMBER 2015 , 10:00:00 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA