5. KESIMPULAN
Pada akhirnya, dalam kesimpulan ini saya ingin menyatakan bahwa:
1. Moderasi Beragama adalah proses dan ikhtiar yang tak berkesudahan dan berakhiran. Ia akan terus dinamis di tengah warga bangsa yang amat agamis. Moderasi Beragama haruslah dihayati dan diimplementasi sebagai Gerakan Bersama, bukan dipersepsi dan dimaknai sebatas program, kegiatan, apalagi proyek semata.
2. Sebagai Gerakan Bersama yang merupakan respon atas adanya paham dan amalan keagamaan yang berlebihan dan melampaui batas, segala hal ihwal Moderasi Beragama terkait perumusan konsepsi, pemaknaan substansi, penerapan strategi kebijakan dan implementasi, serta pola evaluasi, haruslah senantiasa terkontekstualisasi dengan lingkungan strategis dan ekosistem yang melingkupi.
3. Moderasi Beragama haruslah dimaknai juga sebagai The Living Grand Conception yang terus terpelihara. Ia merupakan strategi kebudayaan bagi negara berketuhanan yang masyarakatnya sangat agamis seperti Indonesia.
4. Moderasi Beragama bukan konsepsi mati yang kaku tanpa nyawa. Ia adalah jiwa yang menghidupkan raga, yang harus tetap dan terus hidup mengada, berkembang menyesuaikan konteks dan zamannya. Karenanya, Moderasi Beragama membutuhkan dialog dan keteladanan. Ia membutuhkan para aktor yang meneduhkan dan mendamaikan. Ia membutuhkan sosok yang mengintegrasikan, dan bukan mensegregasikan. Figur yang inklusif, bukan eksklusif, yang pendekatannya kooperatif bukan konfrontatif. Tokoh yang bisa menjadi contoh. Akademisi yang meluruskan deviasi dan distorsi. Agamawan dan budayawan yang menjadi teladan dan panutan.
5. Moderasi Beragama membutuhkan semua kita, yang senantiasa memahami dan mengamalkan agama, dengan ilmu secara adil dan berimbang menggunakan jiwa, logika, dan rasa. Kita yang beragama tak hanya untuk diri semata, tapi juga untuk menjaga segenap warga dan seluruh tumpah darah Indonesia. Serta kita yang memelihara persaudaraan antarbangsa segenap anak manusia, sepenuh cinta.
Demikianlah, Pidato ini saya akhiri.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.