Bersyukur dan berbahagia sekali, Bhante Sri Pannyavaro Mahathera mengundang kami, saya dan istri, menghadiri Puja Bakti Agung Asadha 2566/2022 di Lapangan Lumbini Candi Borobudur, Jawa Tengah.

Seakan mendapat berkah utama, saya berkesempatan menyimak pembabaran beliau berisi uraian yang amat mendalam mengenai "Jalan Tengah".

Menurut Bhante, inti ajaran Buddha itu adalah kesadaran adanya penderitaan dan bagaimana cara melenyapkannya. Awalnya muncul dua pandangan yang saling kontradiktif. Pandangan pertama meyakini jiwa dan raga itu sama. Bila raga dimanjakan, jiwa akan aman bahagia. Juga bila memuaskan hawa nafsu, jiwa terpuaskan, dan raga akan terjaga. Pun sebaliknya.

Namun pandangan kedua meyakini jiwa itu beda dengan raga. Jasmani itu belenggu dan penjara bagi jiwa, karenanya raga harus dihancurkan, harus alami kesakitan, agar jiwa bisa bebas menuju ke kekalan.

Ajaran Buddha memandang kedua pandangan itu sama-sama ekstrem. Sebab hakikat keduanya (jiwa dan raga) itu saling terkait, tak bisa dipisahkan pada diri manusia selama menjalani kehidupan. Inilah pandangan "jalan tengah" bahwa jiwa dan raga harus adil dan berimbang disikapi. Keduanya bukan untuk diperhadapkan dan dibenturkan, tapi harus diperlakukan saling membutuhkan dan saling melengkapi. Sikap ekstrem yang terlalu mendewakan jiwa atau raga sama-sama melampaui batas.

Selanjutnya Bhante menekankan bahwa 'Jalan Tengah' itu bukanlah jalan kompromi. Ia adalah cara pandang, sikap, dan amalan berdasarkan nilai universal.

Kemarin sore itu saya sungguh mendapatkan uraian yg singkat tapi mendalam tentang ajaran 'moderasi beragama' dari perspektif Buddha yang amat mencerahkan.

#indonesiatipitakachanting
#asadha
#moderasiberagama


♣ Sumber: Instagram