Prof. Dr. Azyumardi Azra, CBE adalah satu dari sedikit cendekia yang diakui dunia yang paling otoritatif berbicara tentang Islam di Asia Tenggara. Pengetahuan keislamannya mengakar pada sumber2 klasik yang sangat kaya dan mendalam, baik sumber Arab maupun Nusantara. Banyak karya ilmiahnya menjadi rujukan dunia.
Akademisi yang amat produktif menulis itu adalah sosok teramat penting di balik transformasi IAIN menjadi UIN yang hingga kini terus tumbuh dan berkembang di banyak daerah di Indonesia.
Pada masa ia menjadi Rektor UIN Jakarta, jurnal ilmiah tingkat fakultas dan tingkat jurusan jadi semacam jamur di musim hujan.
Saat memimpin pascasarjana, terjadi pergeseran paradigma berpikir yang signifikan dari semula paradigma normatif-teologis gaya Harun Nasution ke paradigma sosio-historis khas gayanya. Kajian-kajian yang di zaman Harun berbau dunia Islam pada umumnya dan dunia Arab pada khususnya, pada masa Azra diarahkan pada kajian-kajian Islam Nusantara atau kajian Islam Asia Tenggara.
Banyak pertanyaan tentangnya diajukan, mengapa selama hayatnya tak berkarir di birokrasi, atau tak menduduki jabatan penting di organisasi sosial politik dan ormas keagamaan? Ia memang teruji tak tergoda ke dalam aktivitas politik praktis. Namun justru di situlah konsistensinya sebagai ilmuwan tulen. Ia akademisi sejati, pengembara yang soliter.
Meski demikian, ia sama sekali bukan sosok yang apolitis. Keahliannya sebagai seorang sejarawan Islam tidak menghentikannya terlibat dalam wacana kontemporer, khususnya demokrasi, politik, hukum, dan sosial keagamaan. Sampai dengan Allah memanggilnya pulang, ia tetap menjaga jarak dengan kekuasaan, terus menjadi intelektual terkemuka yang paling vokal dalam menyuarakan aspirasi publik.
Tokoh Muhammadiyah itu selalu memelopori, mempromosikan, dan memperjuangkan moderasi berislam di Indonesia dan dunia internasional. Dialah salah satu peletak landasan akademik Islam Nusantara terkemuka.
Rasanya baru kemarin, saat ia mempertanyakan masa depan moderasi beragama pasca RPJMN 2020-2024.
"Akan menjadi sebuah kerugian besar jika moderasi beragama menjadi "yatim piatu" di kemudian hari, dalam pengertian tidak ada lagi yang mengawal, menggawangi, dan memfasilitasi implementasi nilai luhurnya. Gagasan dan gerakan moderasi beragama tidak boleh berhenti pada seorang Lukman Hakim Saifuddin. Harus ada kebijakan dan keberpihakan institusi yang bisa melindungi keberlangsungannya," begitulah yang ia sampaikan dalam Pidato Promotor Pemberian Gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) kepadaku pada 31 Mei 2022, yang juga termaktub dalam teks naskah tertulis.
Selamat berpulang dengan sepenuh rela dan bahagia, Pak Azyumardi Azra..
Buah karya dan teladanmu akan terus membersamai kami dalam meningkatkan kualitas keberagamaan di Tanah Air tercinta ini..
Al-faatihah..
♠ Sumber: Instagram