DUTAonline, JAKARTA – MPR RI berjanji menampung dan mendalami aspirasi Gerakan Pemantapan Pancasila (GPP) terkait permintaan mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, mengkaji ulang amandemen UUD 1945, membuat Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), dan memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden.

“Kami hanya bisa mengakomodasi pendapat para tokoh pejuang dari GPP,” ujar Ketua MPR RI, Sidharto Danusubroto usai diskusi dengan GPP di Gedung MPR, Jakarta, Kamis, (3/10) kemarin.

Hadir dalam diskusi seluruh pejabat MPR RI, tokoh-tokoh GPP diantaranya, Try Sutrisno, Saiful Sulun, Wijoyo Suyono, Wismoyo Arimunandar, Sayidiman, Agum Gumelar, Subroto, Tyasno Sudarto, Suryadi sudirja, dan 40 tokoh lainnya.

Sebagai pimpinan MPR, Sidharto Danusubroto mengapresiasi positif gerakan dan tujuan mulia yang dilakukan GPP. Karena itu, MPR sepakat dan satu tujuan dengan GPP untuk persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Indonesia ke depan yang lebih baik. “Untuk masalah ini kami satu tujuan dengan GPP demi Indonesia yang lebih baik,” ungkapnya.

Menurut Sidharto, kondisi negara saat ini sangat memprihatinkan, karena itu harus ada langkah konkret untuk menjadikan Indonesia yang lebih baik dan bermartabat. “Mari satukan langkah, bersama-sama membangun Inodonesia tercinta ini,” tegasnya disambut tepuk tangan warga GPP.
Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Saifuddin juga setuju pengkajian ulang empat pilar. Namun, jika empat pilar harus diubah, MPR meminta harus ada ganti yang cocok sebagai gantinya. Dan penggantinya tidak menghilangkan esensi sebagai dasar empat pilar. “Sebaliknya kami tidak setuju, jika empat pilar diganti tapi belum ada gantinya,” ujarnya.

Menurut Lukman Hakim, bahasa empat pilar hanya istilah. Akan tetapi esensi dari empat pilar tetap mengacu pada UUD 1945. “Kalaupun empat pilar diganti sementara belum ada gantinya, ibarat sesuatu yang sudah ditangan, tapi diganti dengan sesuatu yang masih di pucuk pohon,” ungkap politisi PPP ini.

Karena itu, lanjut Lukman Hakim, pengkajian ulang terhadap empat pilar harus dikaji mendalam dan melalui diskusi yang melibatkan semua unsur masyarakat. Begitu juga sosialiasi tentang perubahannya. “Tapi itu kan melalui proses panjang lagi. Padahal, empat pilar itu kan sudah telanjur populer.

Mengapa kita harus mempersengketakan istilah ini. Mengapa kita tidak menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua GPP Try Sutrisno dalam orasinya mengingatkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara untuk mengkaji ulang keputusan amandemen UUD 1945. “Kami di sini hanya mengingatkan, meluruskan, dan memperbaiki. Bukan mengganti,” ujarnya.

Menurut dia, penggunaan istilah empat pilar telah menimbulkan pro-kontra dalam masyarakat. MPR selaku lembaga tertinggi negara dalam menyampaikan amanah dan pandangannya seyogyanya menggunakan istilah yang baku. Agar tidak menimbulkan salah tafsir, pro kontra dalam masyarakat. “Selain itu, empat pilar memberi kesan menyejajarkan NKRI, UUD, Bhinneka Tunggal Ika dengan Pancasila, karena ketiga hal tersebut sebenarnya berdiri di atas Pancasila,” ujarnya.

Untuk itulah, lanjut Try Sutrisno, kajian ulang mutlak diperlukan demi terciptanya berkehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. “Kami yakin MPR bermaksud baik, ingin mengingatkan masyarakat bahwa dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara, ada empat hal pokok yang harus dijaga dan dipegang teguh, yaitu Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhinika Tunggal Ika,” pungkasnya.

03/10/2013 | Dalam Kategori: Berita Nasional |

Penulis: Huda Sabily, Jakarta