14 November, 2011 | Filed under: Nasional | Posted by: Redaksi
JAKARTA (Berita) Latar belakang MPR tidak mempunyai kewenangan mengeluarkan ketetapan (tap) berawal dari perubahan UUD Tahun 1945. Sebelum diubah, MPR memiliki kewenangan untuk mengeluarkan tap,” ujar Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin di depan 75 wartawan parlemen saat pers gathering di Belitung, 12 November 2011.
Tap-tap MPR yang dihasilkan semua bisa mengatur semua kehidupan berbangsa dan bernegara. Tap yang pernah dikeluarkan oleh MPR ada 2 hal, yang sifatnya mengatur dan yang sifatnya penetapan.
"Yang penetapan sifatnya berlaku sekali,” ujarnya. Setelah undang-undang dasar diubah, kewenangan MPR untuk mengeluarkan tap yang sifatnya mengatur tidak ada lagi, yang ada hanya yang penetapan.
Menjadi pertanyaan banyak kalangan bagaimana nasib Tap MPR yang pernah dikeluarkan oleh MPR bahkan sejak MPRS? Dijelaskan oleh Lukman Hakim Saifuddin, dalam undang-undang dasar dalam aturan tambahan, pasal 1 mengatakan, MPR ditugasi untuk melakukan peninjauan ulang terhadap seluruh tap yang pernah ada. Peninjauan yang dilakukan adalah pada status hukum dan materi hukumnya.
Adanya aturan untuk melakukan peninjauan ini membuat terhimpunnya 139 tap yang pernah dikeluarkan oleh MPR sejak tahun 1960-2002. Tap-tap itu selanjutnya dipilah-pilah. dari pemilahan ini maka keluarlah Tap No. 1 tahun 2003. Pada Tap No. 1 tahun 3003 ini menjelaskan bagaimana materi hukum dan status hukum dari semua tap yang pernah ada. Inti dari tap itu adalah ada tap-tap yang masih berlaku, contoh salah satunya dari tap itu adalah tap yang melarang ajaran komunisme, leninisme, marxisme, dan PKI organisasi terlarang; dan ada juga sejumlah tap yang masih berlaku dan keberlakuaannya itu ada sampai terbentuknya lahirnya undang-undang baru yang mengakomodasi isi tap itu. “Tap-tap ini masih berlaku sampai lahirnya undang-undang baru. Kalau ada undang-undang baru lahir di mana isinya sesuai dengan tap maka tap itu menjadi tidak berlaku lagi,” ujarnya.
Lukman Hakim Saifuddin pun menjelaskan status hukum dari Tap MPR. Dalam UU. No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, disebut hierarki peraturang perundangan-undangan, namun tap tidak masuk dalam hierarki perundang-undangan. Sehingga hierarkinya adalah, UUD NRI Tahun 1945, Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah. Tap tidak masuk ke dalam hierarki karena MPR tidak lagi memiliki kewenangan mengeluarkan tap. Namun di kalangan ahli hukum dan di berbagai kalangan, masih menganggap ada tap yang dianggap berlaku, seperti tap soal larangan ajarang leninisme, marxisme, dan komunisme maupun tap soal Timor Timur.
Untuk mengatasi kebingungan dalam masalah hierarki peraturan perundang-undangan, maka UU. No 10 Tahun 2004 direvisi, dan menjadi UU. No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan. Revisi ini membuat Tap MPR masuk kembali dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga hierarkinya menjadi, UUD NRI Tahun 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah. Meski demikian Lukman Hakim menyatakan revisi ini tidak akan membuat MPR mengeluarkan tap baru namun menjaga status hukum dari tap yang sudah ada dan yang masih berlaku. “Jadi jangan khawatir MPR akan mengeluarkan tap baru karena MPR sudah tidak memiliki kewenangan mengeluarkan tap baru,” ujarnya.
“Latar belakang MPR tidak mempunyai kewenangan mengeluarkan ketetapan (tap) berawal dari perubahan UUD Tahun 1945. Sebelum diubah, MPR memiliki kewenangan untuk mengeluarkan tap,” ujar Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin di depan 75 wartawan parlemen saat pers gathering di Belitung, 12 November 2011.
Tap-tap MPR yang dihasilkan semua bisa mengatur semua kehidupan berbangsa dan bernegara. Tap yang pernah dikeluarkan oleh MPR ada 2 hal, yang sifatnya mengatur dan yang sifatnya penetapan. “Yang penetapan sifatnya berlaku sekali,” ujarnya. Setelah undang-undang dasar diubah, kewenangan MPR untuk mengeluarkan tap yang sifatnya mengatur tidak ada lagi, yang ada hanya yang penetapan.
Menjadi pertanyaan banyak kalangan bagaimana nasib Tap MPR yang pernah dikeluarkan oleh MPR bahkan sejak MPRS? Dijelaskan oleh Lukman Hakim Saifuddin, dalam undang-undang dasar dalam aturan tambahan, pasal 1 mengatakan, MPR ditugasi untuk melakukan peninjauan ulang terhadap seluruh tap yang pernah ada. Peninjauan yang dilakukan adalah pada status hukum dan materi hukumnya.
Adanya aturan untuk melakukan peninjauan ini membuat terhimpunnya 139 tap yang pernah dikeluarkan oleh MPR sejak tahun 1960-2002. Tap-tap itu selanjutnya dipilah-pilah. dari pemilahan ini maka keluarlah Tap No. 1 tahun 2003. Pada Tap No. 1 tahun 3003 ini menjelaskan bagaimana materi hukum dan status hukum dari semua tap yang pernah ada. Inti dari tap itu adalah ada tap-tap yang masih berlaku, contoh salah satunya dari tap itu adalah tap yang melarang ajaran komunisme, leninisme, marxisme, dan PKI organisasi terlarang; dan ada juga sejumlah tap yang masih berlaku dan keberlakuaannya itu ada sampai terbentuknya lahirnya undang-undang baru yang mengakomodasi isi tap itu. “Tap-tap ini masih berlaku sampai lahirnya undang-undang baru. Kalau ada undang-undang baru lahir di mana isinya sesuai dengan tap maka tap itu menjadi tidak berlaku lagi,” ujarnya.
Lukman Hakim Saifuddin pun menjelaskan status hukum dari Tap MPR. Dalam UU. No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, disebut hierarki peraturang perundangan-undangan, namun tap tidak masuk dalam hierarki perundang-undangan. Sehingga hierarkinya adalah, UUD NRI Tahun 1945, Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah. Tap tidak masuk ke dalam hierarki karena MPR tidak lagi memiliki kewenangan mengeluarkan tap. Namun di kalangan ahli hukum dan di berbagai kalangan, masih menganggap ada tap yang dianggap berlaku, seperti tap soal larangan ajarang leninisme, marxisme, dan komunisme maupun tap soal Timor Timur.
Untuk mengatasi kebingungan dalam masalah hierarki peraturan perundang-undangan, maka UU. No 10 Tahun 2004 direvisi, dan menjadi UU. No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan. Revisi ini membuat Tap MPR masuk kembali dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga hierarkinya menjadi, UUD NRI Tahun 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah. Meski demikian Lukman Hakim menyatakan revisi ini tidak akan membuat MPR mengeluarkan tap baru namun menjaga status hukum dari tap yang sudah ada dan yang masih berlaku. “Jadi jangan khawatir MPR akan mengeluarkan tap baru karena MPR sudah tidak memiliki kewenangan mengeluarkan tap baru,” ujarnya. (aya)