Jakarta -- Wakil ketua MPR RI, Lukman Hakim Saifuddin, mendukung dan menyetujui lahirnya Pasal 7 ayat 6a UU APBNP 2012. Pasal kontroversial ini dinilainya tidak melanggar konstitusi.
"Saya merasa perlu menjelaskan bahwa lahirnya pasal baru tersebut sama sekali tak melanggar konstitusi," kata Lukman kepada detikcom, Kamis (5/4/2012).
Bunyi pasal 7 ayat 6a UU APBNP 2012 adalah memperbolehkan pemerintah menaikkan harga BBM jika ICP 15 persen dalam jangka waktu 6 bulan. Aturan ini dipandang cukup adil dan berpihak kepada rakyat.
Lukman mejelaskan harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price - ICP) ditentukan dengan patokan West Texas Instrument (WTI) dan pasar komoditas New York. Namun, ICP diputuskan oleh kementerian ESDM, BP Migas, dan Kemenkeu melalui peraturan menteri ESDM.
"Meski harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) ditentukan dengan menggunakan patokan West Texas Instrument dan NYMEX (pasar komoditas New York), tapi pada dasarnya ICP itu diputuskan oleh tim yang terdiri atas Kementerian ESDM, BP Migas, dan Kemenkeu melalui Peraturan Menteri ESDM. Jadi, ICP bukan harga yg ditetapkan pasar bebas, melainkan ditetapkan Pemerintah, yang merupakan instrumen yang hanya ada pada UU APBN dan UU APBNP saja," ujar wakil ketua umum DPP PPP ini.
Sehingga bagi Lukman harga BBM Indonesia tidak ditentukan oleh pasar bebas dan kenaikan harga BBM tergantung pada pemenuhan syarat yang terdapat dalam ayat 6a. Ditambahkan, ayat 6a tersebut digunakan sebagai bentuk kewenangan pemerintah dalam menaikan harga BBM dan kebijakan pendukung lainnya.
"Jadi, harga BBM kita bukanlah harga pasar bebas. Ia (Premium) tetap mendapatkan subsidi (tak sebagaimana pertamax) dan kenaikannya hanya dimungkinkan jika terpenuhi syarat sebagaimana ditentukan Pasal 7 ayat 6a tersebut," ucap Lukman.
"Lahirnya ayat baru itu dimaksudkan untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk lakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya, di saat ICP alami kenaikan atau penurunan melebihi 15 persen selama kurun waktu 6 bulan terakhir dari asumsi UU APBN 2012 yang dipatok USD 105," jelasnya.
Lukman berdalih substansi ayat 6a bukan kewajiban yang harus dijalankan oleh Pemerintah. Melainkan kewenangan yang diberikan oleh negara kepada pemerintah.
"Substansi ayat baru itu bukanlah kewajiban yang harus dijalani Pemerintah. Ia adalah kewenangan yang diberikan negara kepada Pemerintah. Artinya, meski harga minyak dunia melambung sedemikian rupa, pemerintah bisa saja tak menaikkan harga BBM. Tapi kalau akan menaikkannya, Pemerintah harus penuhi dulu persyaratan ayat baru tersebut," ujarnya.
Sehingga disimpulkan oleh Lukman sifat pasal 7 ayat 6a berbeda dengan Pasal 28 ayat 2 UU Migas yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. "Jadi, sifat keberadaan ayat baru tersebut berbeda sama sekali dengan Pasal 28 ayat (2) UU Migas yang dibatalkan MK. Sebab ayat baru tersebut sifatnya lex-specialis atas ayat sebelumnya, dan sama sekali tak mewajibkan pemerintah, melainkan memberi kewenangan kepadanya, yang bisa digunakan dan juga tidak," tutup Lukman. (vid/van)
Prins David Saut - detikNews, Kamis, 05/04/2012 04:50 WIB