JPNN.COM, Sabtu, 14 Januari 2012, 11:30:00

JAKARTA – Pilkada Aceh yang semakin tidak kondiosional mengudang banyak usulan. Selain usul penundaan, juga ada yang menginginkan digunakan Peraturan Perundang Undangan (Perppu) dalam menyelesaikan konflik di sana. Wakil Ketua MPR  Lukman Hakim Saifuddin, salah satunya mengusulkan penggunaan Perppu tersebut.

Perppu, menurut Lukman Hakim, sebagai satu-satunya jalan paling efektif, mengingat posisinya yang bisa menjadi dasar hukum dari penundaan ini. “Penundaan ini diatur oleh undang-undang yang secara jelas menyatakan, penundaan hanya dapat dilakukan karena bencana alam. Atau karena terjadi kondisi darurat yang tak memungkinkan lagi. Jadi Perppu lah yang paling mungkin bisa digunakan untuk konteks Pilkada Aceh,” paparnya pada wartawan di gedung DPR, kemarin.

Karenanya, lanjut Wakil Ketua PPP ini, gugatan Mendagri ke Mahkamah Konstitusi (MK) kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak akan menyelesaikan masalah, karena tidak punya otoritas untuk itu. Kalaupun sampai dilakukan, dikhawatirkan landasan yuridisnya sangat lemah. Serta membawa implikasi anak masalah baru yang menimbulkan persoalan keabsahan Pilkada di Aceh. Siapa pun yang terpilih.

“Pemerintah agar mendorong agar segera memproses Perppu itu tanpa menunggu keputusan MK. Setidaknya, dalam kurun waktu satu-dua hari ke depan. Jika tidak dilakukan, maka KPU dan Komisi Independen Pemilih (KIP) Aceh akan kerepotan dalam mempersiapkan tahapan,” paparnya.

Selin itu, menurutnya, pendekatan ini pun tidak memiliki tendensi politik. Karena semata-mata urusan hukum ketatanegaraan agar tetap konstitusional dan tidak melanggar hukum. Pemerintah pun harus memberikan perhatian serius terhadap Aceh karena potensial untuk hal yang tidak diinginkan terkait keamanan. “Apalagi persoalannya tidak sederhana, yaitu penundaan pilkada memerlukan payung hukum yang kuat,” terangnya.

Sebelumnya, pemerintah dan DPR juga sepakat menerbitkan Perppu untuk menyelesaikan konflik yang terjadi pada Pilkada Provinsi Aceh. Namun, penerbitan Perppu masih tergantung pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengatakan, saat ini MK masih menyidangkan gugatan Mendagri Gamawan Fauzi atas pelaksanaan Pilkada Aceh.  “Rapat memberi pesan khusus kepada Mendagri Gamawan Fauzi untuk kemungkinan menggunakan opsi kedua, yakni mengeluarkan Perppu,” tegas Priyo.

Politisi Golkar ini menyatakan, DPR mendukung penuh bila Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Perppu untuk menyelesaikan kisruh Pilkada Aceh. Menurut dia,dengan Perppu itu, maka akan mendorong suasana aman dan kondusif di Bumi Rencong. “Mudah-mudahan Beliau (Presiden) tidak ragu-ragu saat Mendagri melaporkan mengenai maklumat dalam bentuk Perppu ini,”ujarnya.

Sementara, Mantan Ketua Pansus Pemerintahan Aceh Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, kondisi Aceh yang mencemaskan jelang pelaksanaan pilkada semakin menegaskan bahwa proses pilkada tidak ditempatkan menjadi bagian dari proses rekonsiliasi yang memperkokoh perdamaian di Aceh.

Menurut Ferry, sejak awal persiapan pelaksanaan pilkada sudah diingatkan untuk membentuk Qanun sebagai landasan hukum pelaksanaan. Hal ini sebagaimana diamanatkan oleh UU No 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Secara norma, hal tersebut menjadi penting, karena terdapat pengaturan yang bersifat khusus yang memerlukan pewadahannya.

“Selain itu, jika ada norma dalam UU lain yang tidak diatur dan tidak bertentangan dengan UU Pemerintahan Aceh dapat dimuat dalam Qanun sebagai pengaturan yang melengkapinya,” pungkasnya.(dms)